.

.

.

.
Bismillahirrahmanirrahim...

Jumat, 05 Agustus 2011

Halalkah Uang Dari Jual Binatang Buruan?

Jakarta - Tanya:
Assalamua'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Halalkah uang yang diperoleh dari menjual hewan buruan seperti babi hutan, atau hewan buas lainnya?

(Rudi)
Jawab:
Segala sesuatu yang dilarang agama harus dihindari. Itu adalah prinsip
pokok keberagamaan. Jual beli, walaupun secara umum dinyatakan al-
Qur’an sebagai dihalalkan Allah (QS. al-Baqarah [2]: 275), namun hadis-hadis Nabi menjelaskan beberapa pengecualian, antara lain, dilarang memperjualbelikan barang-barang yang najis, seperti minuman keras, babi, dan bangkai. Bangkai adalah segala binatang yang mati tidak melalui cara penyembelihan yang dibenarkan agama (kecuali ikan dan belalang).

Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, sahabat Nabi, Jabir bin Abdillah, meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan jual beli khamr (minuman keras), bangkai, babi, dan patung-patung (sesembahan)." Pada waktu itu ada yang bertanya, "Bagaimana dengan lemak bangkai, karena lemak itu digunakan sebagai bahan pemanas bagi manusia dan minyak penerang?" Nabi menjawab, "Allah mengutuk orang Yahudi. Diharamkan lemak atas mereka, tetapi mereka menjualnya dan memakan harga (hasil penjualan)-nya.”

Di sisi lain, perlu dijelaskan bahwa bangkai binatang yang halal dimakan bila kulitnya disamak maka ia menjadi suci. Demikian pendapat mazhab Syafi'i. Bahkan dalam pandangan Abu Hanifah semua kulit binatang yang disamak (kecuali babi) adalah suci.

Dengan demikian, bila kulit binatang yang tadinya haram dimakan kemudian disamak maka menjadi boleh-boleh saja diperjualbelikan. Perlu juga ditambahkan bahwa ada prinsip umum yang dijadikan pegangan oleh sementara ulama, yaitu "Apabila terdapat sekian banyak manfaat yang dapat digunakan pada sesuatu dan terdapat di antaranya yang diharamkan, maka memanfaatkannya (termasuk memperjualbelikan) untuk tujuan memanfaatkan yang tidak haram menjadi boleh-boleh saja."

Prinsip ini menjadikan sementara ulama memperbolehkan menjual bangkai, minuman keras, dan bahkan lemak babi apabila itu digunakan bukan untuk dimakan dan selama ada manfaat yang dibenarkan dalam penggunaannya.
Ibnu Rusyd, dalam kitabnya Bidayah al-Mujtahid, meriwayatkan bahwa sahabat-sahabat Nabi seperti ‘Ali bin Abi Thalib, Ibnu ‘Abbas, dan Ibnu 'Umar, membolehkan memperjualbelikan minyak yang najis bila digunakan sebagai (minyak) alat penerang.

Mazhab Mâlik membenarkan menggunakan minyak najis untuk digunakan sebagai (minyak) alat penerang atau membuat sabun, tetapi mereka mengharamkan memperjual belikannya. Mazhab Syâfi‘î juga berpendapat
demikian. Namun, tulis Ibnu Rusyd lebih jauh, “Ini semua adalah pendapat yang lemah, dan memang ada riwayat lain dari tokoh-tokoh mazhab itu yang melarang, dan padangan ini lebih sejalan dengan prinsip dasar ajaran agama.” Demikian, wallâhu a‘lam.

(M Quraish Shihab)

(Qur'an and Answer ini merupakan kerja sama detikcom dengan www.alifmagz.com)


Sumber : Detik Ramadhan

Tidak ada komentar:

SMK 1 SEMARANG

NU Online

BINA SARANA INFORMATIKA

Arrahmah.co.id

STMIK NUSA MANDIRI

Pusat Kajian Hadis

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP